Selasa, 06 Oktober 2015

[MANGA] sama sama slice of life romance, tapi.......

Ngomongin soal shoujo manga, ga bakal lepas dari 2 unsur mendasar, yang pertama itu slice of lice yang kedua adalah “cinta”. Ada perbedaan rasa kalau baca slice of life romance nya shoujo dengan slice of life romance nya shonen atau seinen. Yang paling saya tangkap itu, osananajimi di shoujo lebih bahagia ketimbang osananajimi di manga shonen atau seinen. Kenapa? Ga lain dan ga bukan karna di shoujo banyak kasus yang membuat osananjimi atau dalam bahasa kitanya “childhood friend” mendapatkan happy ending dengan sang heroine nya. Beda nasib dengan manga sheinen dan shonen dimana osananajimi ini dapat bagian galau dan sad ending diakhir cerita lantaran hero nya memilih heroine yang baru hadir dalam kehidupannya. Mirisnya, kadang osananajimi di manga shonen atau seinen hanya sebagai tambahan atau pelengkap dari heroine heroine yang udah ada.
Itu mungkin udah jadi ciri khas kali ya. Atau emang tumbuhnya cinta dihati seorang perempuan itu karna udah sering ketemu dan terbiasa dengan kedekatan nya dengan sang osananajimi yang kedekatan seperti itu sendiri ga dimiliki oleh orang lain. Atau laki laki itu emang suka jatuh cinta dengan perempuan pendatang baru karna merasa osananajimi nya itu udah kayak saudara aja baginya.
Itu baru bahasannya osananajimi, ada lagi rasa yang berbeda. Manga shoujo sering banget ngasih pola cinta segitiga, dibikin reverse harem pun yang jadi kandidat kuat pun nantinya Cuma 2 hero. Gimana kalau shonen dan seinen? Paling suka bikin harem sana sini. Ampe haremannya udah bejibun dan akan terus bertambah seiring berjalannya waktu, kadang ampe eneg lihatnya. Tentu aja ada kandidat kuatnya juga, tapi cara hero nya menggilir heroine yang bejibun itu udah masuk taraf ga masuk akal. Jikalau reverse harem (shoujo) kita tau siapa aja kandidat kuat pemenang happy ending, nah kalau di harem (shonen) kita dibikin pusing tuh hero mau berendingkan dengan siapa, ga jarang malah berending harem atau ga milih siapa siapa.
Apalagi? Oya, kalau baca manga shoujo adegan terpojok gitu nuansanya doki doki, nah kalau di shonen nuansa nya echi,haha. Perempuan emang lebih mentingin cinta dan romantisme dari pada nafsu. Dari manga aja udah Nampak perbedaan pola pikir laki laki dan perempuan,hehe. Banyak adegan di shoujo manga yang klise abis, tapi ntah kenapa selalu ga bosan buat ditunggu. Mungkin itu juga yang dirasakan pembaca manga shonen dan seinen saat membaca klise klise ga masuk akal yang tercipta dari adegan terpojok sang hero dengan heroine tertentu.
Pola cerita di shoujo saya akui emang monoton ga se variasi di shonen dan seinen yang banyak banyak ide kreatifnya. Jadi pola pola yang sama itu bisa jadi membuat pembaca lelah dan mencari cerita yang lebih fresh. Ga jarang pembaca shoujo jadi baca shonen dan seinen juga buat mencari sesuatu yang baru (kayak saya). Saking banyaknya ide di manga shonen itu jatuhnay udah kayak ga akan mungkin terjadi didunia nyata, padahal genrenya udah slice of life dan romance. Walau pola manga shoujo terkesan monoton gitu, tapi ada aja yang membuat pembaca untuk kembali menekuni manga shoujo lagi, mungkin sensasi untuk merasakan perasakan berdebar debar saat membaca manga shoujo itu ga bisa ditemukan saat membaca manga shonen.
Belakangan saya lihat, heroine di shoujo manga kekeh banget dengan pilihan pertamanya. Jika dia pada awal ceria sudah menyukai satu target, maka target itu akan terus dicintainya sampai akhrnya sang target membalas cintanya, biasanya setelah sang target sadar akan perasaannya terhadap heroine, si heroine lagi menjalani hubungan special dengan hero lain. Gimana kalau shonen? Galau mah, jangan kan pengen milih, dia sadar kalau banyak cewek yang suka dia aja dia ga ngeh, padahal udah dikasih sinyal bejibun, tapi tetap aja bodoh. Atau mungkin karna ingin berlama lama jadi playboy atau malah keasyikan didampingi banyak harem.

Saya merasa heroine manga shoujo kepintarannya setingkat diatas hero manga shonen dalam urusan cinta. Serius, hero manga shonen itu walaupun pintar strategi atau akademik atau pintar lainnya, tetap aja mereka bodoh dalam hal cinta, ga peka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

saya akan lebih senang jika kamu menyematkan nama kamu di kolom komentar, menurut saya "anonim" bukanlah sebuah nama.